*Ketegaran Seorang Istri

~ Berjalan menuju puncak sanggup kudaki dengan kedua kakiku dan tubuhku bergelanyutan mengikuti jalur yang menanjak tanpa disadari mengajakku untuk membungkukkan badan. Ketika bersama akan terasa ringan kala itu. Menyusuri saksi--saksi bisu yang telah terjadi atas kuasa-Nya.
Sampailah pada titik yang dituju, sebuah tempat yang ramai dengan mereka, menikmati pemandangan, benda-benda usang yang menggugah ingatan kala musibah itu terjadi.

Namun, tahukah?
Peninggalan apa yang sebenarnya pantas untuk sebuah rasa kekaguman?
Sebuah rasa bahwa kekayaan memori jiwanya yang patut untuk kita gali?
Tetapi mampukah beliau membuka kenangan kelam itu kembali untuk kita?
Beliau adalah Ny.Ponirah. Asing bagi mereka yang baru mendengar namanya.
Tetapi, tahukah siapa ia?
Ia adalah seorang istri dari sang Kuncen Gunung Merapi. Perawakannya yang sederhana membuatku terkecoh. Berjalanlah ia kesana, namun tiba-tiba, seseorang meminta berjabat tangan dengannya dan disambut dengan senyum kekhasan. Cara berjalannya yang sudah melambat membuatku juga ingin mendekatinya untuk berkenang-kenangan.

Dengan bantuan teman, akhirnya tangan ini sanggup untuk menarik tangannya untuk sekedar berjabat. Fikirku untuk meminta kenangan berupa gambarnya, begitu berat rasannya bila ia dijadikan sebagai objek bidikan. Namun akhirnya, wajahnya ada di sampingku. Memandang kamera yang siap untuk mengambil gambar kami berdua.
*Shoot...

Begitulah ketegaran seorang istri.
Disaat suami telah meninggalkannya, Ia akan selalu hidup dalam bayang-bayangnya.
Walaupun sungguh berat tampak dari wajahnya.
Namun, semua akan mengingatkan pada belahan jiwanya dahulu.
Terus dan terus, hingga Tuhan yang akan menghentikannya.



(*Perjalanan kedua kalinya menuju Rumah Mbah Maridjan, sungguh mengesankan. Bersama teman-teman seperjuangan, tertanggal 11 November 2012)


Nonny Ardianti